Sering ada yang bertanya, “Kenapa Pustakawan Mendunia tidak berbayar? Kenapa semua workshop dan materinya gratis?” Pertanyaan ini wajar dan membedakan misi Pustakawan Mendunia dari workshop atau pelatihan lainnya. Pustakawan Mendunia bukan sekadar proyek sampingan, ini adalah sebuah misi. Misi untuk memastikan setiap pustakawan di Indonesia, di mana pun mereka berada, punya akses yang sama untuk berkembang.
Surga Kecil Jatuh ke Bumi
Perjalanan Kak Friska bekerja di Papua selama lima tahun benar-benar membukakan matanya. Ada sebuah tempat indah, surga kecil jatuh ke bumi, tapi semua kondisi pendidikan, kesehatan sosial, ekonomi, begitu jomplang berbeda dengan ibukota Jakarta. Bahkan sekadar pergi ke toko buku yang “layak” merupakan sebuah kemewahan di Papua. Hanya ada satu toko buku Gramedia di keseluruhan Propinsi Papua (pada periode 2013-2018). Jadi di mana akses anak-anak dan masyarakat memperoleh buku berkualitas dengan informasi terkini? Belum termasuk ongkos kirim dari Jakarta ke Papua yang mencapai lebih dari Rp. 40.000,- Membaca, membeli buku adalah sebuah kemewahan di Papua.
Perjalanan yang Mengubah Hidup

Kak Friska bukan hanya diam di Kota Timika atau di area elit Kuala Kencana. Beliau juga pergi menjelajah area pesisir Kabupaten Mimika, Manokwari, Wamena, Merauke, dan Jayapura. Selain itu, Kak Friska juga terbiasa melancong ke tempat-tempat ekstrem di Indonesia atau di luar negeri. Beberapa di antaranya Kepulauan Mentawai, Padang, Bukittinggi (Propinsi Sumatera Barat) Muara Bungo (Propinsi Jambi), Propinsi Lampung, Pangkal Pinang (Provinsi Bangka Belitung), Pontianak, Sintang (Propinsi Kalimantan Barat), Banjarmasin (Propinsi Kalimantan Selatan), Negara (Kabupaten Jembrana – Propinsi Bali), Surabaya, Malang, Madura, Banyuwangi (Propinsi Jawa Timur) Semarang, Dieng, Wonosobo, Magelang (Propinsi Jawa Tengah), Yogyakarta, Makassar, Toraja (Propinsi Sulawasi Selatan), Poso, Palu, Kepulauan Togean (Propinsi Sulawesi Tengah), Tanjung Pinang (Propinsi Kepulauan Riau), Lintong Ni Huta (Balige, Kabupaten Humbang Husundutan – Sumatera Utara).
Di dalam perjalanan ekstensif ini, Kak Friska bukan sibuk berwisata, tapi melakukan pengamatan dari dekat bahwa terlihat jelas ketidakadilan sosial dan kesenjangan fasilitas umum. Khususnya pendidikan yang berkualitas, akses terhadap buku bermutu dan kontekstual di daerah-daerah terpencil, terdepan, dan terluar.
Melihat Perpustakaan dan Sekolah di Daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal)

Kak Friska biasa menyempatkan waktu untuk berkunjung ke perpustakaan umum setempat atau melihat sekolah dasar terdekat di lokasi ekstrem ini. Melihat ini semua dari dekat, mengenal mereka yang hadir di sana, anak-anak yang bersekolah, bapak-ibu guru yang mengajar, ketiadaan pustakawan bahkan hilangnya fungsi perpustakaan yang beralih menjadi gudang. Sungguh miris Kak Friska melihat ini semua dan memiliki janji bagi dirinya, jauh sebelum Pustakawan Mendunia lahir.
Beliau ingin berbagi apa yang dia bisa untuk membantu memberi harapan dan transformasi pikiran untuk anak-anak generasi harapan Indonesia di masa depan. Ketika Pustakawan Mendunia lahir di tahun 2018, Kak Friska tahu, pergerakan kampanye dan strategi literasi harus difokuskan sebagai tugas utama pustakawan. Khususnya mereka yang bekerja di sekolah. Namun, kenyataan di lapangan selama perjalanan melancong Kak Friska, juga hasil bertukar pikiran dan saling mengenal sesama pustakawan di Indonesia, bisa disimpulkan bahwa hampir tidak ada formasi pustakawan sekolah ASN (Aparatur Sipil Negara) seIndonesia kecuali di DIY Yogyakarta.
Semua orang yang Kak Friska jumpai, mereka yang antusias mengajar membaca, bercerita/mendongeng untuk anak-anak, yang bekerja di perpustakaan sekolah di daerah ekstrem 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), mereka bukan pustakawan yang memiliki pendidikan latar belakang Ilmu Perpustakaan. Tapi mereka punya semangat luar biasa untuk siswanya, terlepas dari berapa gaji mereka yang bahkan bukan ASN, tunjangan yang suka “macet” turunnya dari propinsi. Mereka punya energi luar biasa dan hati yang mulia, berkarya untuk kemajuan anak didiknya. Kak Friska bukan lagi hanya mengamati dari jauh dan sekadar membaca atau mengetahui dari media, beliau sudah berkunjung ke lapangan dan mengalami langsung saat tinggal di Papua selama lima tahun.
Komitmen dari Hati

Anak-anak, bapak-ibu guru/staf perpustakaan di daerah 3T selalu menyambut Kak Friska dengan tulus, ramah, dan tersenyum ceria. Kak Friska lantas berpikir melihat keadaan ekstrem di daerah 3T ini, “How may I help them?” Kak Friska tidak sanggup rasanya bahkan untuk sekadar menagih Rp 5.000,- sebagai iuran keanggotaan Pustakawan Mendunia. Dari awal hadirnya visi Pustakawan Mendunia, kami berkomitmen untuk berbagi ilmu dan pengalaman kami tanpa memungut biaya. Semua operasional masih berjalan dari kantong pribadi, dan setiap tawaran untuk memonetisasi gerakan ini selalu kami tolak dengan tegas.
Memang saat ini akses Pustakawan Mendunia masih terbatas melakukan pelatihan via Zoom, tapi kami senang bisa berjumpa dengan teman-teman dari Sabang sampai Merauke, teman-teman seperjuangan kami sesama pustakawan/staf perpustakaan/pegiat literasi yang punya mimpi yang sama. Kami mau terus belajar, kreatif, dan menyebarkan nilai-nilai kebaikan untuk sesama.
Bergabung bersama Kami
Kami berharap suatu hari, pelatihan intensif Pustakawan Mendunia bisa terlaksana langsung di lokasi 3T, di mana para pustakawan/staf perpustakaan sekolah, perpustakaan komunitas bisa berkumpul dan sama-sama belajar memajukan literasi anak didik mereka, meningkatkan minat baca, mentransformasi pikiran, memberikan harapan untuk masa depan mereka melalui buku.
Silakan bagi teman-teman yang ingin bergabung di Komunitas Pustakawan Mendunia bisa mengirimkan email ke kakperi@pustakawanmendunia.org atau mengirimkan Direct Message ke Instagram @pustakawanmendunia
Salam literasi!