Jika berefleksi kembali, Pustakawan Mendunia tidak akan habis pikir, bahwa perjalanan merintis kesukaan membaca buku anak-anak di Papua ternyata dimulai dari sebuah ruangan/kamar sempit di rumah kepala sekolah kami. Pustakawan Mendunia baru bergabung di Timika, Papua pada bulan November 2013, dan memulai merintis perpustakaan dari nol. Sebelum tiba di Papua, Pustakawan Mendunia ditanyakan oleh Yayasan, kiranya kebutuhan benda apa saja yang dibutuhkan untuk dibawa ke sekolah berasrama kami di Timika.
Pustakawan Mendunia mengatakan bahwa yang dibutuhkan adalah komputer dengan spesifikasi tertentu untuk menginstall program Senayan Library Management System (SLiMS), sebuah barcode scanner, cap buku dan tintanya, juga fotokopi buku klasifikasi terbaru: Dewey Decimal Classification 23. Sekalipun Pustakawan Mendunia berada di antah berantah Papua, standar pengelolaan di sana bukanlah kaleng-kaleng.
Awal Tiba di ‘Perpustakaan’
Judulnya memang adalah ‘perpustakaan’, tapi kenyataannya, tempatnya adalah sebuah bilik. Awalnya buku-buku perpustakaan sekolah diletakkan di dałam sebuah ruangan kosong di rumah kepala sekolah. Tidak layak juga sebenarnya disebut sebagai perpustakaan, karena kenyataannya tempat tersebut lebih tepat disebut sebagai bilik.
Setelah semua ‘kekacauan’ itu, Pustakawan Mendunia segera memisahkan buku-buku itu berdasarkan kategorinya, fiksi atau non-fiksi, beserta memasukkan datanya di SLiMS, dan mencap buku tersebut. Pustakawan Mendunia juga mencetak label nomor barcode dan call number (nomor panggil) dan merapikan buku-buku itu sesuai dengan label nomor panggil pada punggung bukunya. Kebetulan memang buku-buku itu sudah tiba terlebih dahulu, sebelum Pustakawan Mendunia tiba.
Jadi, jika Pegiat Literasi ditodong untuk mengelola perpustakaan dari nol, yang keadaannya carut marut sama sekali, kita harus mulai dari mana? Menurut Pustakawan Mendunia, sekalian lebih bagus mengelola perpustakaan yang sama sekali baru dari nol, daripada menemukan perpustakaan yang sudah sempat dikelola tetapi kacau, dan tidak sesuai dengan kaidah pengelolaan perpustakaan yang benar.
1. Pikirkan Visi Perpustakaan & Pimpinan Organisasi
Apakah jenis perpustakaan yang akan dibuat? Apakah perpustakaan sekolah, universitas, taman bacaan masyarakat, atau perpustakaan khusus? Bagaimana dukungan pimpinan organisasi? Apakah dukungan penuh memang ada, atau perpustakaan hanya dijadikan sebagai pajangan?
2. Siapa Pemustaka / Anggota Perpustakaan
Siapa saja anggota perpustakaan kita? Apa kebutuhan bacaan dan informasi mereka?
3. Buku-Buku Apa yang Akan Dibeli
Berdasarkan informasi siapa anggota perpustakaan kita, kita dapat menentukan buku-buku apa saja yang akan kita beli.
4. Estimasi Kebutuhan Ruangan, Rak, Kursi, dan Ruang Baca
Berdasarkan informasi siapa anggota perpustakaan kita, jumlahnya berapa, dan jumlah buku yang dibeli (atau akan dibeli), Pegiat Literasi bisa memperkirakan kebutuhan furniture perpustakaan. Untuk perpustakaan sekolah dan universitas biasanya ada standar minimal yang harus dipenuhi untuk akreditasi.
5. Adakah Kebijakan/Aturan Organisasi yang Mengatur Perpustakaan?
Apakah ada hal-hal kebijakan organisasi yang terkait dengan perpustakaan? Termasuk menentukan policy / kebijakan / aturan berapa banyak buku bisa dipinjam oleh pemustaka dan lama peminjamannya.
6. Menentukan Layanan / Program Perpustakaan
Tentukan layanan apa saja yang diberikan kepada Pemustaka. Apakah ada program Literasi Informasi, Layanan Referensi, Reservasi Buku, atau malah layanan delivery buku? Apakah perpustakaan melakukan program Pekan Literasi, Field Trip ke Perpustakaan, atau mengundang penulis buku ke perpustakaan?
7. Estimasi Man Power
Ukur kembali kapasitas kita, mampukah Pegiat Literasi melakukan semuanya seorang diri? Apakah ada tim kerja lainnya? Jika memang tidak ada orang lain untuk membantu, atau jika kita sendiri menjadi pustakawan di saną, bagaimana struktur organisasi kerja di sana, apakah perpustakaan punya power untuk ‘merepotkan’ divisi / departemen lain? Apakah Pegiat Literasi sudah mahir untuk melakukan instalasi program automasi perpustakaan seorang diri, ataukah membutuhkan bantuan orang lain? Apakah Pegiat Literasi sudah mahir untuk menggunakan program automasi perpustakaan atau masih butuh untuk belajar bagaimana cara menggunakannya?
8. Budget/Anggaran Perpustakaan
Tentukan berapa budget / anggaran perpustakaan, bukan hanya menghitung kebutuhan perpustakaan secara fisik, buku dan peralatan, tetapi juga kebutuhan budget untuk mendukung pelaksanaan program perpustakaan.
Jangan Takut
Jangan takut untuk memulai perpustakaan dari nol. Lakukan perencanaan yang terbaik, jangan terlanjur khawatir duluan hanya karena budget atau man power. Karena selalu ada jalan untuk mewujudkan berbagai kegiatan inisiasi meningkatkan minat baca pemustaka. Pustakawan Mendunia belajar bahwa segala perencanaan perpustakaan akan bisa berjalan dengan baik hanya jika didukung oleh pimpinan yang peduli untuk meningkatkan minat baca pemustaka. Jika Pegiat Literasi punya pimpinan yang sungguh-sungguh supportif, pasti perpustakaan kita akan bisa maju jalan terus.
Mungkin apa yang kita rencahakan tidak bisa langsung terwujud semua, tapi satu-persatu, berdasarkan skala prioritas, Pegiat Literasi bisa membuat perencanaan, mana yang terlebih dahulu perlu untuk dilakukan. Memulai perpustakaan dari nol? Siapa takut.
Baca juga: 5 Tips Sukses Bekerja Pertama Kali Menjadi Pustakawan