You are currently viewing Mengenal Beda Buku Fiksi dan Non-Fiksi untuk Siswa Papua

Mengenal Beda Buku Fiksi dan Non-Fiksi untuk Siswa Papua

Pustakawan Mendunia membaca kurikulum 2013 dari kelas 1 sampai dengan kelas IX, dan mencatat materi apa saja yang terkait dengan perpustakaan dan bisa dilakukan di sesi perpustakaan sekolah. Salah satu topik bahasan yang bisa diangkat adalah mengenal beda buku fiksi dan non-fiksi untuk siswa. Pelajaran ini diberikan pada sesi perpustakaan sekolah di kelas 3-4 SD.

Tidak mudah untuk mengajar konsep abstrak kepada anak-anak Papua. Mereka lebih cepat belajar jika materi yang diberikan bersifat praktis, bisa langsung dipegang atau dipraktekkan. Pembelajaran kinestetik sangat efektif untuk anak-anak Papua. Oleh karena itu, Pustakawan Mendunia perlu mempersiapkan seperti apa penyampaian materi yang praktis dan dapat dengan mudah dipahami oleh anak-anak.

1. Memilih Buku Fiksi dan Non-Fiksi dengan Subjek/Topik yang Sama

Pustakawan Mendunia perlu memikirkan baik-baik, dari semua buku yang ada di perpustakaan, subjek/topik apa yang sama-sama ada di perpustakaan baik fiksi maupun non-fiksi. Misalnya, jika topik yang dipilih adalah bebek, maka Pustakawan Mendunia harus memilih satu buku non-fiksi tentang bebek (Misalnya cara beternak bebek), dan buku fiksi tentang bebek (Misalnya Donal Bebek). Anak-anak akan bekerja di dalam kelompok, sehingga Pustakawan Mendunia membutuhkan 4 set buku.

2. Menyiapkan Kertas Kerja

Setelah buku-buku sample sudah dipilih, Pustakawan Mendunia menyiapkan kertas kerja untuk ditkerjakan oleh anak-anak. Anak-anak harus membandingkan kedua buku itu, dan membandingkan: judul, nama penulis, foto/ilustrasi, daftar isi, daftar pustaka, indeks, glosari.

3. Menyiapkan Alat & Perangkat Menulis

Pustakawan Mendunia menyiapkan marker, alat tulis, kertas besar untuk menulis. Anak-anak akan bekerja dalam kelompok dan akan melakukan presentasi secara bergantian.

4. Mengajar Anak-Anak Papua

Mengajar anak-anak Papua ini memang unik. Transisi Bahasa Papua ke Bahasa Indonesia memang seperti dikebut setelah kemerdekaan Indonesia, sehingga penyerapan kosa kata Bahasa Indonesia ke masyarakat Papua seperti tersendat. Masyarakat Papua cenderung berbahasa Indonesia secara sederhana, dan agak kesulitan dalam memahami kalimat dalam bentuk kompleks. Berbicara dan mengajar anak-anak Papua akan efektif jika pengajar menggunakan bahasa sederhana, bentuk kalimat pendek-pendek, dan yang terang-benderang artinya.

Mengajarlah di Papua dengan sedikit humor, jangan terlalu tegang. Pustakawan Mendunia secara bercanda bertanya kepada anak-anak, apakah bebek yang ada di sawah bisa mendadak berbicara dengan manusia? Tentu saja kelakar ini disambut dengan senyum geli anak-anak.

5. Ilmu yang Bisa Dipraktekkan

Dengan mengenal beda buku fiksi dan non-fiksi untuk siswa, tentu anak-anak bisa diarahkan ke mana mereka bisa menemukan buku kesukaan mereka di perpustakaan sekolah. Selain itu, anak-anak tidak perlu lagi bingung, kanapa sebuah buku disebut non-fiksi. Anak-anak juga belajar bagaimana menggunakan daftar isi, indeks, dan memahami apa itu glosari. Ilmu yang mereka pelajari bukan cuma sekadar numpang lewat, tapi akan mendukung pembelajaran mereka selanjutnya, seumur hidup mereka.

Baca juga: 8 Tips Mengelola Sesi Perpustakaan (Library Session) yang Asyik dan Kreatif di Sekolah

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments